Selasa, 30 April 2013

Fenomena Sosial Pengamen Jalanan



Pengamen perkotaan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.
Indonesia merupakan negara berkembang 'identik dengan 'kemiskinan'. Jadi masih mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun di desa. Kita dapat melihat di setiap kota pasti ada daerah yang perumahannya berhimpitan satu dengan yang lain, banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan 'masyarakat miskin perkotaan'. Bahkan di malam hari banyak orang-orang tertentu yang tidur di emperan toko pinggir jalan. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan harus segera di atasi. 

Faktor-faktor yang membuat seseorang mengamen diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi
Anak pengamen harus mau melakukannya demi tuntutan ekonomi, dimana orang tua tidak mampu membiayai  kebutuhan hidup dan kebutuhan sekolah. Untuk itu demi memenuhi kebutuhan tersebut maka seorang anak harus melakukannya.  Bahkan kadangkala orang tua menyuruh anaknya mengamen untuk menambahi kebutuhan hidup atau orang tua yang malas bekerja hanya mengandalkan hasil pengamen anaknya,
2. Kurang Kasih Sayang
Anak yang kurang kasih sayang atau tidak menerima kasih sayang  dari orang tua. Artinya hanya karena kesibukan orang tua sibuk untuk mencari harta atau kesenangan sehingga orang tua tidak memiliki  waktu untuk mencurahkan perhatian, bertanya tentang apa masalah anak, bertukar pikiran, dan berbagi rasa dengan anak. Dengan tidak menerima kasih sayang dari orang tua maka anak pun mencari kesenangan dengan  lain untuk  menghibur dirinya walaupun dengan cara bagaimanapun. Cara mengamen adalah salah satu penghiburan diri bagi anak karena dengan bernyanyi sebagai pengamen dapat menghibur hati, menungkapkan isi hati, dan menghabiskan waktu,
3. Rasa ikut-ikutan
Anak dipengaruhi lingkungan atau teman sebaya untuk mencari hiburan, menghindari pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah atau merasa hebat akan dirinya. Padahal jika ditesuri, sebenarnya niat seorang anak, segi ekonomi, tidak membuat anak menjadi seorang pengamen, tetapi hanya karena ikut-ikutan atau dipengaruhi  maka seorang anak pun melakukannya. Dengan melihat situasi ini meskipun anak pengamen harus mengalami panas terik, hujan, caci maki, pukulan, tetap memiliki jumlah yang banyak. Hampir ditiap persimpangan jalan dapat ditemui di pasar, di rumah makan, terminal, dan sebagainya.Akan tetapi hal yang sering muncul adalah bersifat negatif dari berbagai kalangan seperti akan menganggu kemacetan lalu lintas, kurangnya nilai estetika tata ruang kota, dan menganggu kenyamanan yang berkendaraan. Yang sudah diteliti bahwa psikologis anak pengamen ini tidak memiliki rasa malu, tidak peduli atau acuh tak acuh, dengan tujuan agar keberadaan mereka diterima masyarakat sebagai bentuk budaya baru. Agar keberadaan mereka tetap eksis anak pengamen juga berupaya untuk melawan berbagai pihak baik pihak hukum dan non hukum hanya untuk mempertahankan harga diri dan rasa solidaritas diantara mereka.
Fenomena sosial kehidupan anak pengamen memiliki dua arti yaitu pengaruh yang hanya bekerja di jalanan dan menunjukkan gaya kehidupan di jalanan. Bekerja di jalanan  artinya mencari nafkah hanya mengandalkan pengamen untuk kebutuhan hidup sedangkan gaya hidup di jalanan hanya sekedar mewujudkan dapat hidup dijalanan  dan tidak hanya mengandalkan hasil pengamen. Dari segi usia sebenarnya anak pengamen tidak wajar melakukannya dengan alasan orang tua harus memiliki tanggung jawab dan memberi kasih saysng kepada anaknya. Meskipun orang tua tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebaiknya anak tidak dibolehkan mengamen lebih  baik menjual makanan atau kebutuhan kecil-kecil dengan cara berkeliling untuk menambah kebutuhan hidup walaupun keuntungan tidak besar.
Untuk itu sebagai orang tua harus mampu memberikan tanggung jawab dan kasih sayang kepada anak agar tidak terjadi anak pengamen di tengah kota. Disamping itu aparat hukum memiliki aturan yang tegas terhadap hukum, hukum harus ditegakkan  demi masa depan anak bangsa. Apabila hal-hal ini dilakukan maka sangat tipis kemungkinan munculnya anak pengamen di jalanan yang saat ini telah menjamur. Selain itu juga jika anak pengamen tidak muncul di tengah kota maka nilai estetika kota pun ada, hal-hal yang tidak diinginkan pun tidak terjadi. Sehingga untuk menuju Kota Medan Metropolitan pun terwujud walaupun masih membutuhkan perbaikan-perbaikan dibidang  yang lain.

Sumber-Sumber :
http://joglosemar2007.blogspot.com/2008/11/makalah-fenomena-pengamen-disekitar.html
 http://touch.hariansumutpos.com/2012/11/45021/anak-pengamen-di-kota-medan#axzz2RyAp9Uls

Senin, 29 April 2013

A.Penyesuaian Diri



1.Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.

Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan: 
ü  pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,
ü  obyektivitas diri dan penerimaan diri, 
ü  pengendalian diri dan perkembangan diri, 
ü  keutuhan pribadi, 
ü  tujuan dan arah yang jelas, 
ü  perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai, 
ü  rasa humor, 
ü  rasa tanggung jawab, 
ü  kematangan respon, 
ü  perkembangan kebiasaan yang baik, 
ü  adaptabilitas, 
ü  bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental), 
ü  kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, 
ü  memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain, 
ü  kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan 
ü  orientasi yang menandai terhadap realitas.
2.konsep Penyesuaian Diri
Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita, 2009:195) ada empat konsep kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup :
  1. Kemantapan suasana kehidupan emosional
  2. Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
  3. Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
  4. Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri

b. Kematangan intelektual, yang mencakup :
  1. Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
  2. Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
  3. Kemampuan mengambil keputusan
  4. Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
c. Kematangan sosial, yang mencakup : 
  1. Keterlibatan dalam partisipasi sosial
  2. Kesediaan kerjasama
  3. Kemampuan kepemimpinan
  4. Sikap toleransi
d. Tanggung jawab, yang mencakup :
  1. Sikap produktif dalam mengembangkan diri
  2. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
  3. Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
  4. Kesadaran akan etika dan hidup jujur
3.Pertumbuhan Personal
A.Penekanan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dar iproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pad aanak yang sehat dan pada  waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang dalam bentuk proses aktif secara bersamaan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis seorang anak.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
B.Variasi dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
C.Kondisi-Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat persamaan yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemalu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
D.Fenomenologi Pertumbuhan
pertumbuhan Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33)
Pertumbuhan adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.

B.STRESS
1.Pengertian Stress,Efek-efek stress”General Adaption Syndrom”menurut Hans Selye.
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai makna yang negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Efek-Efek Stress :
 Local Adaptation Stres.
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Karakteristik dari LAS :
ü  Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
ü  Respon bersifat adaptif ; diperlukan stresor untuk menstimulasinya.
ü  Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
ü  Respon bersifat restorative.
 General Adaptation Syndrom
Selye (1983) menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut :
  • Tahap peringatan (Alarm Stage)
Tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.
  • Tahap Adaptasi atau Eustres (Adaptation Stage)
Tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.
  •  Tahap Kelelahan atau distres (Exhaution Stage)
Tahap dimana adaptasi tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh
Efek lain seperti efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
Ø  Nyeri dada
Ø  Insomnia atau tidur masalah
Ø  Nyeri kepala Konstan
Ø  Hipertensi
Ø  Tukak
2.Faktor-Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress

Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992), yaitu :
Distress( stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
Faktor individual penyebab stress:
Stress muncul dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor sosial penyebab stress:
Stress juga dapat bersumber dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress. Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya (occupational stress” yang telah diteliti secara luas.
3.Tipe-Tipe Stress Pada Psikologi
a.Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.Frustrasi.
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
Bila kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi.
Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.
Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.
c.Konflik.
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
- Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
- Konflik mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
- Konflik mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
d.Kecemasan
Seseorang yang mengalami stress sering kali dilanda dengan kecemasan berlebih,seperti di kala masalah yang harusnya di anggap sepele,akan di lebih-lebihkan oleh orang yang sedang mengalami stress.
4.Symtom Reducing Responses Terhadap Stress,Mekanisme Pertahanan Diri dan Strategi Coping untuk Mengatasi Stress
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor (Sunaryo,2004)
5.Pendekatan Problem Solving terhadap Stress
Kita mengalahkan stress dengan cara menyelesaikan problem stressor (hal yang membuat stress itu). Misalnya, kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita menyelesaikan masalah dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa juga dengan mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi (bila situasinya sendiri tidak bisa dirubah),buat diri senyaman mungkin hingga kita sendiri tidak dapat memikirkan hal-hal yang akan membuat pikiran kita menjadi terganggu atau stress.



Sumber-sumber:
http://silvinamar.wordpress.com/2013/04/19/pengertian-stress/

Nama :Ajeng Chairunnisa
Kls : 2pa10
NPM : 10511487